Untuk suskes seseorang harus membayar dulu biaya kesuksesan seperti belajar dan bekerja keras sebagai prasyarat. Dan semuanya ’cash only’, tidak berlaku ”kartu kredit kesuksesan” dimana kita bisa memperoleh kesuksesan itu sendiri terlebih dahulu, baru kemudian mencicil biayanya. Peribahasa Indonesia mengatakan,”Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Orang barat mengatakan No pain, No gain.
Selain dibayar di depan, kesuksesan juga harus diperjuangkan melalui usaha yang tidak mengenal lelah, letih serta tidak gampang putus asa walaupun menghadapi berbagai cobaan, tantangan, penderitaan, termasuk hinaan dan cercaan. Jangan hanya bersantai-santai dan ongkang-ongkang kaki lalu mengharapkan kesuksesan jatuh dari langit.
Sebenarnya banyak orang mempunyai kemampuan dan berpotensi meraih kesuksesan, meraih apa yang diinginkan. Tetapi nyali mereka tiba-tiba mengecut dan semua impian menjadi sirna begitu mendengar ada sejumlah besar biaya yang harus dibayar atau pain (beban, rintangan, tantangan, cobaan) yang harus dijalani dan dilalui.
Namun jika kita semuanya menyadari pain adalah proses, dan disertai dengan Keyakinan diri, Komitmen serta Tekun memperjuangkannya maka semua impian, harapan dan cita-cita akan berakhir dengan kemenangan dan kesuksesan.
Keyakinan diri bisa diperoleh dari tujuan hidup, target dan arah yang yang jelas, serta worthed untuk diperjuangkan. Keyakinan juga bisa tumbuh melalui serangkaian persiapan dan perencanaan yang matang. Wawasan yang luas, pandangan yang positif turut andil untuk membuat seseorang agar tidak khawatir atau takut dalam melangkah.
Sedangkan ukuran komitmen adalah konsistensi perbuatan dan tindakan. Kalau seesorang sudah mengatakan A, ia harus melakukan A. Kalau ia sudah menetapkan tujuan, harus fokus, tidak setengah-setengah dan main-main. Walaupun dalam perjalanannya ia menghadapi tantangan dan bahkan dipukul roboh, ia akan bangkit dan menyelesaikan tugas dan impiannya.
Orang yang berkomitmen menjadi lebih sukses, karena mempunyai keyakinan, kepercayaan dan lebih bersemangat. Komitmen seperti ikrar atau janji kepada diri sendiri untuk tetap maju walaupun menghadapi risiko, tantangan dan rintangan yang menghadang di depan. Dan semuanya menjadi sempurna jika kita tekun memperjuangkan apa yang sudah diprogramkan.
Coba simak kisah seekor elang yang harus membayar biaya yang sangat mahal agar ia bisa mencapai usia maksimum.
Burung elang adalah jenis unggas yang paling panjang umurnya. Binatang karnivora ini bisa mencapai lebih dari 70 tahun. Untuk itu elang harus melalui proses re-born yang sangat menderita saat berusia 40 tahunan.
Kenapa?
Karena pada usia tersebut, paruhnya sudah sangat panjang dan melengkung ke dalam hampir menyentuh di atas dadanya. Cakarnya yang panjang dan tumpul tidak efektif lagi untuk memangsa.
Seiring bertambahnya usia, kedua sayapnya pun bertambah berat. Bulu-bulu tumbuh semakin tebal, lebat dan panjang. Setiap kali terbang, elang harus mengeluarkan energi ekstra untuk mengepakkan kedua sayapnya. Selain itu juga mengurangi kelincahannya.
Lalu apa yang harus dilakukan?
Hanya ada dua pilihan bagi si elang, yaitu: mati muda atau berubah.
Ternyata elang memahami filosofi ” bù shòu kǔ zhōng kǔ, nán de tián zhōng tián”, kesuksesan perlu pengorbanan. Oleh sebab itu elang memilih berubah dan re-born kembali dengan melalui proses yang selain sakit juga membutuhkan waktu yang lama—sekitar 150 hari—
Langkah-langkah tersebut dilalui elang dengan pertama-tama mendaki ke puncak gunung. Di sana, di atas tebing yang curam ia membangun sarangnya untuk ”bertapa”.
Setelah itu, ia mulai mematukkan paruhnya ke atas batu karang hingga paruhnya lepas dari mulutnya. Bisa dibayangkan bagaimana sakitnya. Ini baru permulaan.
Kemudian si elang berdiam, hibernasi, sambil menunggu paru yang baru tumbuh, yang akan digunakan untuk mencabut semua kukunya.
Setelah itu elang harus kembali menunggu kuku barunya tumbuh. Cakar ini bakal digunakan untuk mencabut semua bulunya satu demi satu.
Bila semua proses yang cukup panjang, melelahkan dan sangat menderita ini dilalui dengan baik, elang pun bisa tampil perkasa lagi. Dengan sayap yang kokoh, kini ia mampu terbang dengan kecepatan tinggi jauh di angkasa. Cakarnya yang baru dan kuat, serta paruh yang meruncing tajam siap memangsa, mematuk dan mencabik-cabik buruannya.
Oleh:Leman Yap
Penulis buku-buku Chinese Wisdom, Chinese Life Philosophies, Chinese Leadership Wisdom dan Strategy.
* Artikel ini juga dpt dibaca di majalah "LuarBiasa"
Rabu, 06 Januari 2010
Minggu, 03 Januari 2010
SEMANGKUK MIE (CERITA RENUNGAN)
Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya.Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang.
Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.
Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata: “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?”
“Ya, tetapi, aku tidak membawa uang” jawab Ana dengan malu-malu.
“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai. “Silakan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”.
Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.
“Ada apa nona?” tanya si pemilik kedai.
“Tidak apa-apa” aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.
“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi ! Tetapi… ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri” katanya kepada pemilik kedai.
Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang lalu berkata:
“Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya.”
Ana terhenyak mendengar hal tsb.
“Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal , aku begitu berterima kasih. Tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.
Ana segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg harus diucapkan kepada ibunya.
Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya berwajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah
“Ana, kau sudah pulang. Cepat masuklah, Ibu telah menyiapkan makan malam. Makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan dingin jika kau tidak memakannya sekarang”
Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya. Ia pun menangis di pelukan ibunya.
Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang s angat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.
sumber : http://mylighter.multiply.com/tag/inspiration
Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.
Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata: “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?”
“Ya, tetapi, aku tidak membawa uang” jawab Ana dengan malu-malu.
“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai. “Silakan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”.
Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.
“Ada apa nona?” tanya si pemilik kedai.
“Tidak apa-apa” aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.
“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi ! Tetapi… ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi. Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri” katanya kepada pemilik kedai.
Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang lalu berkata:
“Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya.”
Ana terhenyak mendengar hal tsb.
“Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal , aku begitu berterima kasih. Tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.
Ana segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg harus diucapkan kepada ibunya.
Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya berwajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah
“Ana, kau sudah pulang. Cepat masuklah, Ibu telah menyiapkan makan malam. Makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan dingin jika kau tidak memakannya sekarang”
Pada saat itu Ana tidak dapat menahan tangisnya. Ia pun menangis di pelukan ibunya.
Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang s angat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.
sumber : http://mylighter.multiply.com/tag/inspiration
Langganan:
Postingan (Atom)